Wilujeng Sumping, alias SELAMAT DATANG... di blog simkuring... moga-moga aya manfaat nu tiasa katampi... hapunten nu kasuhun... bilih aya nu teu kahartos...

Kang Yosep: "Idealis" menapaki "Realitas"


DATA MAHASISWA

No. NIM Nama Mahasiswa
1 09.0290 Abdul Malik
2 09.0267 Agus Salim
3 09.0292 Asep Haerudin
4 09.0282 Asep Saripin
5 09.0301 Basir Japidung
6 09.0259 Diman Zamil
7 09.0303 Ema Nurhasanah
8 09.0278 Fitri Indriani
9 09.0299 Galih Permana
10 09.0270 Ikrima Nisa Habibah
11 09.0275 Ismailia
12 09.0325 Maya Susanti
13 09.0324 Mira Nopita
14 09.0326 Rani Tri Lesmayanti
15 09.0260 Risa Apriani
16 09.0385 Sidiq Ginanjar
17 09.0300 Siti Nurul Hidayah
18 09.0328 Tedi Setiadi
19 09.0327 Toto Soni
20 09.0383 Winda Gustiani
21 09.0319 Wiwin Muspianti
22 09.0384 Yana Hadiana
23 09.0283 Yopi Sopiana
24 09.0265 Yosep Saeful Azhar Photobucket
25 09.0298 Endang Sudrajat
26 09.0316 Supian Munawar
27 Asep Al-Juhaeri

Saturday, January 9

Asbab an-Nuzul


Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril dalam rentang waktu kurang lebih 23 tahun secara gra-dual, sejak kebangkitannya sebagai Rasul sampai beliau wafat.4 Dalam proses penurunan wahyu, kontak histories, kondisi politik, dan situasi batin Nabi menjadi latar bagi kehadiran al-Quran ke muka bu-mi.5 Pelbagai kontek dan beragam latar yang menyebabkan turunnya wahyu, dalam disiplin ilmu al-Quran dikenal dengan istilah teknis “Asbabun-Nuzul”, pisau analisis Asbabun-Nuzul dapat difungsikan se-bagai instrumen untuk memahami al-Quran secara lebih komprehen-sif, karena dalam Asbab Nuzul terdeskrifsikan dinamika sosial, politik, budaya, dan suasana psikologis Nabi Muhammad sebagai penerima pertama.


Ilmu Asbab Nuzul merupakan ilmu yang paling penting dalam mewujudkan hubungan dan dialektika antara teks dengan realitas. Apabila kritikus sastera memandang hubungan antara teks-teks sastera dengan realitas melalui konsep “imitasi” atau “kemiripan”, sedangkan ilmu tentang Asbab Nuzul memberikan bekal kepada kita berupa ma-teri baru yang memandang teks dapat merespon realitas, baik dengan cara menguatkan ataupun menolak, dan menegaskan hubungannya yang dialogis dan dialektis dengan realitas.
Al-Wahidi mengungkapkan dalam komentarnya terhadap Asbab Nuzul.7
معرفة سبب النزل يعين على فهم القران
Hal senada di ungkapkan oleh Ibnu Daqiq,8
بيان سبب النزول طريق قوي في فهم معانى القران
Oleh karena itu, pemahaman dan pengetahuan terhadap Asbab Nuzul akan diprediksi akan memberikan arahan kepada seorang mu-fassir dalam menginterpretasikan al-Qur’an secara utuh.9 Menyadari akan pentingnya kajian ini, para Ulama seperti Ali al-Madini, Al-Wahidi, Ibnu Hajar, dan As-Shuyuti secara khusus menyusun karya ilmiah berkenaan dengan Asbab Nuzul.10

Pengertian Asbab Nuzul.
Secara etimologis asbab nuzul memiliki arti “sebab-sebab tu-run”. Sedangkan secara terminologis, menurut Az-Zarqani asbab nu-zul adalah suatu peristiwa yang menyebabkan turunnya suatu ayat, beberapa ayat sebagai penjelas hukum berkenaan dengan hal-hal yang terjadi.11 Manna al-Qattan memberikan definisi yang hampir sama, bahwa asbab nuzul sebagai “suatu hal yang karenanya al-Quran ditu-runkan untuk menerangkan status hukumnya, pada waktu hal itu ter-jadi”. 12
Secara garis besar dalam prosesi penurunan ayat terjadi kepada dua bentuk, sebagaimana yang diungkapkan Manna al-Qattan :
Pertama: Bila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah sesuatu ayat Qur’an mengenai peristiwa itu. Hal itu seperti di riwayatkan dari Ibn Abbas, yang mengatakan, ketika turun ayat yang berbunyi:
وانذر عشيرتك الاقربين
“Dan peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang dekat,”13
Ketika mendapatkan wahyu di atas, Nabi pergi dan naik ke bukit Safa, lalu berseru: “wahai kaumku !, Maka mereka bekumpul ke dekat Nabi. Ia berkata lagi, “ Bagaimana pendapatmu bila aku beritahukan kepadamu bahwa di balik gunung ini ada pasukan berkuda yang hen-dak menyerangmu; percayakah kamu apa yang kukatakan ?’ Mereka menjawab: Kami belum pernah melihat engkau berdusta. Dan Nabi melanjutkan: Aku memperingatkan kamu tentang siksa yang pedih, ketika itu Abu Lahab berkata: Celakalah engkau!, apakah engkau mengumpulkan kami hanya untuk urusan ini ?, lalu ia berdiri. Maka turunlah surah ini. Celakalah kedua tangan Abu Lahab.14
Kedua: Bila muncul pertanyaan terhadap Rasulullah tentang sua-tu hal, maka turunlah ayat yang menerangkan hukumnya. Hal itu se-perti ketika Khaulah binti Sa’labah dikenakan zihar15 oleh suaminya, Aus binti Shamit. Lalu ia datang kepada Rasulullah mengadukan hal tersebut. Aisyah berkata: “Maha suci Allah Yang pendengaran-Nya meliputi segalanya. Aku mendengar ucapan Khaulah binti Sa’labah itu, sekalipun tidak seluruhnya. Ia mengadakan suaminya kepada Ra-sulullah. Katanya, Rasulullah suamiku telah menghabiskan masa mu-daku dan sudah beberapa kali aku mengandung karenanya, sekarang setelah aku menjadi tua dan tidak beranak lagi, ia menjatuhkan zihar kepadaku!, Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu. “Ais-yah berkata: “Tiba-tiba Jibril turun membawa ayat-ayat ini: Sesung-guhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya, yakni ‘Aus Bin Shamit.16
Berdasarkan uraian di atas, bahwa asbab nuzul memiliki per-bedaan yang cukup jauh dalam penggunaannya dengan sebab dalam hukum kausalitas, karena dalam hukum kausalitas akibat tidak mung-kin ada tanpa sebab, sedangkan dalam asbab nuzul tidak semua ayat al-Quran turun sebagai akibat dari suatu sebab, maka keberadaan sebab tidaklah menjadi keharusan bagi turunnya ayat-ayat al-Quran, disamping itu sebab dalam hukum kausalitas harus senantiasa men-dahului akibat.17
Lebih lanjut, berdasarkan pengertian terminologis di atas penulis memiliki kecenderungan, bahwa yang dimaksud dengan asbab nuzul itu adalah peristiwa yang memilki relevansi dengan latar belakang turunnya ayat, berfungsi sebagai respon terhadap kondisi peristiwa yang ada, dan sebagai jawaban terhadap persoalan yang muncul, terja-dinya sebelum ayat itu diturunkan ataupun sesudahnya.
Oleh karena itu, asbab nuzul didefinisikan sebagai “sesuatu hal yang karenanya al-Quran (ayat) diturunkan untuk menerangkan status (hukum)nya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.18
Macam-macam Asbab Nuzul.
Al-Quran yang turun sepanjang karir kenabian Muhammad menghadapi aneka ragam situasi sosial dan budaya. Dialog interaktif antara Nabi dengan mayarakat penerima ajarannya dan dengan mas-yarakat penentangnya, dalam banyak hal menjadi back ground bagi kemunculannya wahyu. Hal ini mengandung pengertian bahwa al-Quran sedang menjalankan fungsinya sebagai petunjuk bagi manusia dan pembeda antara yang hak dan batil. Oleh karena itu turunnya wah-yu yang dilatar belakangi oleh hal-hal tertentu dapat diidentifikasi ke dalam beberapa bentuk untuk mencerminkan sebuah proses yang dina-mis pola-pola interaksi antara Allah, Muhammad, dan manusia seba-gai sasaran wahyu.
Pola-pola interaksi yang melatarbelakangi turunnya wahyu dapat diartikulasikan sebagai :
a. Respon atas suatu peristiwa umum.
Respon al-Quran atas peristiwa umum ini menggambarkan in-teraksi yang intensif antara Nabi dengn masyarakat. Hal ini dapat kita jumpai dalam surat al-Lahab. Narasi-narasi historis yang sampai kepada kita menyebutkan bahwa Nabi pada suatu ketika di suatu tempat yang bernama al-Batha, bercermin kepa-da orang-orang dan mengatakan :19
ارايتم ان حدثتكم ان العدو مصبحكم او ممسيكم ا كنتم تصدقونى ؟ قالوا نعم – فانى نذير لكم بين يدي عذاب شديد فمال ابو لهب الهذا جمعتنا
b. Respon atas peristiwa khusus.
Situasi sosial yang bersifat khusus (pribadi) menyebabkan turunnya surat al-Baqarah ayat 158. Kasus ini terjadi me-nimpa Urwah bin Zaid yang merasakan kesulitan dalam memahami fardi sa’I antara Shafa dan Marwah.20
c. Jawaban atas pertanyaan Shahabat kepada Nabi.
Nabi mensosialisasikan nilai-nilai luhur ajaran Islam melalui interaksi sosialnya yang rapat dengan para Shahabatnya. Dari interaksi ini Nabi banyak mendapatkan gambaran yang ob-yektif mengenai kondisi sehari-hari para sahabatnya, dan se-baliknya para sahabat dapat bertanya secara langsung kepada Nabi mengenai problem-problem yang dirasakannya. Dalam kontek inilah wahyu turun kepada Nabi sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan sahabat kepadanya. Kasus ini dapat kita temukan pada latar belakang turunnya surat an-Nisa ayat 11. Peristiwa ini berkenaan dengan Jabir yang merasa kebi-ngungan untuk mengalokasikan hartanya. 21
ما تامرنى ان اضع ما في مالي يا رسول الله فنزلت ( يوصيكم في اولادكم ... )
d. Jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.
Dalam perjalanan turunnya wahyu, Nabi menjumpai bebe-rapa kali lambatnya wahyu turun, sehingga keterlambatan-nya tersebut menimbulkan tanda tanya di dalam hatinya, bahkan beliau pada waktu itu dihantui perasaan resah dan gelisah. Akhirnya Rasulullah mengeluh kepada Jibril dan menanyakan perihal keterlambatan datangnya wahyu, seba-gaimana diturunkan oleh Ibnu Abbas.22
ما يمنعك ان تزورنا اكثر مما تزورنا
Mendengar pertanyaan seperti itu, untuk sesaat Jibril ter-diam dan Nabi pun larut dalam kesedihannya.23 Setelah itu turunlah wahyu surat Maryam ayat 64 sebagai respon ter-hadap pertanyaan Nabi.
اامنعوا كل شيء الا نكاح
e. Respon atas pertanyaan yang bersifat umum.
Pada dasarnya kehadiran al-Quran ke muka bumi berfungsi sebagai hidayah dan solusi bagi problematika kehidupan ma-nusia. Imam Muslim dan Imam Tirmidzi meriwayatkan bah-wa para sahabat menyaksikan prilaku orang-orang Yahudi membiarkan istri-istri mereka yang sedang haid dengan tidak memberinya mereka makan dan mengeluarkannya dari ru-mah-rumah mereka. Tingkah laku orang-orang Yahudi ini membuat para sahabat heran dan bertanya-tanya, lalu turunlah surat al-Baqarah ayat 222 sebagai respon atas pertanyaan para sahabat yang bersifat umum. Setelah turunnya ayat tersebut lalu Nabi mengeluarkan statemen.24
f. Respon spesifik atas orang-orang tertentu.
Situasi yang bersifat individual, kadang kala menjadi latar bela-kang turunnya ayat al-Quran. Hal ini bisa kita pahami karena al-Quran turunnya berperan sebagai hidayah, sebagaimana hal-nya kasus yang menimpa Ka’ab bin Ujrah yang mengalami gangguan dikepalanya sehingga mengganggunya dalam melak-sanakan ibadah haji. Maka turunlah surat al-Baqarah ayat 196. Setelah itu Nabi bersabda.25
الق عنك ثيابك ثم اغتسل واستنسق نا استطعت ثم ما كنت صانعا فى حجك فاصنعه في عبرتك
Metode mengetahui Asbab Nuzul
Latar belakang atau kontak historis suatu ayat hanya dapat di-ketahui dengan riwayat, oleh karena itu disiplin ilmu hadits, terutama “Jarh wa Ta’dil” mempunyai peranan sangat penting dalam menen-tukan valid dan tidak validnya sebuah riwayat. Oleh sebab itu, tidak berlebihan kiranya jika Al-Wahidi berkomentar:26
لا يحل القول في اسباب النزرل الا بالرواية والسماع ممن شاهدوا التنزيل ووقفوا على الاسباب وبحثوا عن علمها
Riwayat Asbab nuzul adalah riwayat dari saksi sejarah yang me-ngalami dan terlibat langsung dalam peristiwa yang diriwayatkannya. Riwayat-riwayat ini banyak jumlahnya dan banyak pula antara satu riwayat dengan riwayat lainnnya kontrdiktif.27 Untuk mengatasi mas-alah ini para Ulama hadits telah merumuskan metodologi penyelek-sian riwayat, untuk menentukan valid dan tidaknya.
Metode autentifikasi yang ditempuh para Ulama hadits adalah se-bagai berikut:
a. Apabila terdapat dua versi riwayat yang berbeda, dan kedua-duanya sama shahih, maka jalan keluar kedua riwayat tersebut dikompromikan dan ditetapkan sebagai latar belakang turunnya sebuah ayat. Contohnya seperti sebab nuzul surat An-Nur ayat 6, terdapat versi riwayat yang bersumber dari Imam Bukhori dan riwayat berbeda yang bersumber dari Imam Muslim. Kedua ri-wayat tersebut dikualifikasi sebagai riwayat ta’addud sabab.28
b. Apabila terdapat dua riwayat yang sama-sama Shahih, sedang-kan salah satunya sulit untuk di tarjih dan sulit untuk dikompro-mikan karena adanya jarak waktu yang cukup jauh, maka so-lusinya adalah memasukan riwayat tersebut kepada ta’addud nuzul, dalam arti wahyu itu turun beberapa kali, seperti yang menjadi latar belakang turunnya surat an-Nahl, pada riwayat Bukhori dijumpai sebuah kisah bahwa ayat tersebut berkenaan dengan terbunuhnya Hamzah di peperangan Uhud. Sedangkan pada riwayat Tirmidzi dan Hakim surat tersebut turun pada fathu makkah.29
c. Apabila terdapat banyak riwayat yang kualitasnya berbeda-beda, maka riwayat yang dimabil dan di tetapkan adalah riwayat yang paling shahih, seperti pada kasus turunnya surat ad-Dluha. Pada hadits yang diriwayatkan Bukhori, Muslim dan perowi hadits lainnya, bahwa surat itu berkenaan dengan telatnya wah-yu turun kepada Nabi, sehingga salah seorang perempuan yang diidentifikai sebagai istri Abu Lahab berkata :30
ما ارى شيطانك الا قد نزكك لم يقربك ليلتين او ثلاثا
Sementara itu pada hadits yang diriwayatkan oleh At-Thabroni dijumpai sebuah kisah bahwa pada suatu hari ada seekor anak anjing masuk ke kolong tempat tidur Nabi dan mati di sana, sehingga Nabi bertanya kepada pembantunya yang bernama Khaulah;
يا حولة ما حدث فى رسول الله صلعم ؟ جبريل لا ياتينى فقلت فى نفسى لو هيئت البيت وكنسته فاهويت بالمكنسة تحت السرير فاخرجت الجر فجاء النبي ترعد لحيته وكان اذا نزل عليه اخدته الرعدة
Kedua hadits di atas yang menginformasikan latar belakang tu-runnya surat ad-Dluha dengan informasi yang berbeda dari dua jalur periwayatan hadits yang berbeda pula, maka yang diambil adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Mus-lim. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Thabroni dikomen-tari oleh Ibnu Hajar bahwa kisah matinya anak anjing dikolong tempat tidur Nabi yang menyebabkan terlambatnya Jibril menu-runkan wahyu adalah sangat popular, tetapi ditinjau dari segi matan dan sanadnya gharib bahkan syadz.31
d. Apabila ada beberapa riwayat yang sama-sama shahih, namun pada suatu riwayat terdapat salah satu riwayat yang lebih shahih. Maka riwayat yang lebih kuatlah yang ditetapkan dan diambil. Seperti latar belakang turunnya surat Al-Isra’ ayat 85. Seperti diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Imam Mas’ud menutur-kan ketika dia sedang mendampingi Nabi berjalan-jalan di Madi-nah dan melewati sekelompok orang Yahudi, diantara mereka ada yang bertanya kepada Nabi:
حدثنا عن الروح فقام ساعة ورفع راسه فعرفت انه يوحي اليه حتى صعد الوحي
Sedangkan dalam riwayat lain yang mendapatkan penilaian sha-hih dari Tirmidzi, dikisahkan bahwa Ibn Abbas menceritakan:
قالت قريش لليهود
Riwayat hadits di atas memberi kesan bahwa surat dan ayat di atas turun di Mekkah. Menghadapi kontradiksi hadits di atas para Ulama lebih memprioritaskan hadits Bukhari dengan alas-an:
1. Riwayat Bukhari merupakan riwayat yang paling shahih.
2. Pada riwayat Bukhari terdapat Ibn Mas’ud yang menyaksikan langsung riwayat tersebut.32
Dari pelbagai riwayat yang menginformasikan asbab nuzul, para Ulama mengklasifikasikan riwayat-riwayat tersebut ke dalam dua ka-tegori, yaitu kategori eksplisit (tegas) dan kategori implisit (mungkin).
Kategori eksplisit adalah riwayat-riwayat yang secara tegas menunjukkan bahwa peristiwa yang diriwayatkan berkorelasi secara langsung dengan asbab nuzul, misalnya Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa asbab nuzul surat Mumtahanah, yang berkenaan dengan suatu peristiwa, dimana Rasulullah pada suatu ke-tika mengadakan perjanjian Hudaibiyah dengan orang-orang Quraisy, pada saat yang bersamaan datanglah kepada beliau beberapa orang wanita untuk menyatakan keimanannya.33
Sedangkan riwayat kategori implisit adalah riwayat yang tidak tegas dan bersifat kemungkinan, serta tidak jelas memiliki kaitan erat dengan asbab nuzul. Riwayat semacam itu bisa kita temukan pada ce-rita konflik yang diriwayatkan oleh Urwah, ketika Zubair dengan sa-lah seorang sahabat Anshar mempermasalahkan aliran air irigasi di Al-Harra. Kemudian bersabda :
است يا زبير ثم ارسل الماء الى جار است يا زبير ثم ارسل الماء الى جارك

Mendengar statemen Nabi tersebut, rupa-rupanya sahabat Anshar ter-sebut merasa kurang puas dan memprotes Nabi dengan perkataannya :
رسول الله ان كان ابن عمتك فسلون وجرمه
Mendengar protes tersebut wajah Rasulullah berubah menjadi merah dan bersabda lagi :
اسق ثم اجسر الماء حتى يرجع الى الجدر فاستوني رسول الله للزبير وكان قبل ذلك اشار على الزبير براي اراد سعة وله ناما احذض الانصارى رسول الله استونى لزيسر حقه فى صريح الحاكم
Peristiwa konflik antara Zubair dengan salah seorang Shahabat Anshar diduga memiliki kemungkinan sebagai latar belakang turun-nya surat An-Nisa ayat 65, seperti dinyatakan sendiri oleh Zubair.34
قما احسب هذه الاية الا نزلت فى ذلك افلا و ربك لا يؤمنون حتى يحكموك فما شجر بينهم

Ta’addud Sabab dan Ta’addud Nazil
Konsekwensi logis dari bervariasinya riwayat mengenai asbab nuzul, mempunyai implikasi dalam ulum al-Quran, yaitu (wahyu yang turunnya banyak, sedangkan sebabnya tunggal) dan (bervariasinya se-bab, sedangkan ayat yang turunnya tunggal).
Kasus Ta’addud sabab dapat kita lihat pada sebab turunnya surat Al-Ikhlas yang merespon beberapa peristiwa, yaitu merespon golo-ngan kafir Quraisy di Mekkah dan golongan ahli kitab di Madinah.35
Sementara itu Ta’addud Nuzul, terdapat pada kasus yang ber-kenaan dengan Ummu Salamah. Dia pernah bertanya kepada Rasu-lullah tentang penyebutan al-Quran terhadap laki-laki yang menda-patkan ganjaran.36 Menurut riwayat Tirmidzi dan Hakim, pertanyaan Salamah menyebabkan turunnya tiga surat, yaitu ; Surat Ali Imran: 195, An-Nisa : 32, dan Al-Ahzab : 35.
Dilihat dari perspektif al-Quran sebagai hidayah, maka sangat wajar wahyu turun berulang-ulang di suatu tempat atau suatu waktu, yang berkaitan dengan lebih satu orang. Hal itu merupakan skenario Allah yang menjadikan turunnya wahyu sebagai jawaban atau respon terhadap situasi-situasi yang menjadi sebab turunnya wahyu.37 Di samping itu, dibalik semua peristiwa Ta’addud Sabab dan Ta’addud Nuzul tersimpan hikmah Ilahi yang menunjukkann kepada penting-nya masalah yang dibicarakan, untuk mengingatkan pada sebab tu-runya ayat tersebut, karena khawatir terlupakan.38
Masalah Umum al-Lafdzi dan Khusus as-Sabab
Dalam masalah ini yang muncul adalah bagaimana memperla-kukan teks wahyu yang turun karena di latar belakangi suatu pe-ristiwa, apakah dengan memperhitungkan generalitas lafad (Umum al-Lafdzi) dengan mengabaikan partikularitas penyebab atau sebaliknya. Dalam tanggapannya para ahli ushul terbagi kepada dua pendapat :
Pertama: Disinyalir oleh Az-Zarqani sebagai pendapat mayoritas, ber-pegang kepada generalitas lafadz, mereka mencoba menarik nilai suatu kasus penyebab turunnya wahyu yang bersifat par-tikular (sebab khusus) kedatangan generalitas (umum lafadz).39
Salah satu contoh peristiwa turunnya surat al-Maidah (5) ayat 38. Ayat tersebut berbicara tentang sangsi potong tangan bagi pelaku tindak pencurian, latar belakang turunnya berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang dilakukan seseorang pada masa Nabi. Teks ayatnya sebagai berikut:
و السارق و السارقة فاقطعوا ايديهما جزاء بما كسبا...لا من الله والله عزيز حكيم
Kata الشارق dan الشارقة oleh banyak Ulama dipahami kata yang mengandung makna umum, karena menggunakan lafadz “ ’Amm”, yaitu isim mufrad yang di-ma’rifatkan dengan alif lam jinsiyah, meskipun konteks turunnya ayat tersebut bersifat khusus.40
Pendapat mayoritas ini didasarkan kepada argumentasi:
1. Wahyu al-Quran bersifat universal, maka jangkauan pesan-pe-sannya melampaui batas ruang dan waktu atau berlaku untuk setiap tempat, masa, siuasi dan kondisi yang beragam.41
2. Para Shahabat dan Mujtahid disegala tempat dan masa ber-argumentasi dengan keumuman lafadz bukan dengan kekhu-susan sebab tanpa menggunakan qiyas ataupun dalil lain. Bah-kan kebanyakan pokok-pokok syari’at lahir dari sebab-sebab yang khusus. Dari keumuman lafadz tersebut mereka menyususn banyak-banyak kaidah umum pula.42
Kedua; disinyalir pula Az-Zarqani sebagai pendapat minoritas berpe-gang kepada:43

العبرة بخصوص السبب لا بعموم اللفظ
Bagi mereka yang berpendapat demikian, sebab nuzul meru-pakan faktor yang dominan dalam menentukan keberlakuan lafadz, sedangkan yang berada di luar konteks sebab nuzul di luar cakupan ayat yang turun, tetapi dijangkau oleh qiyas, yang dimaksud qiyas di sini bukan qiyas yang dirumuskan Imam Syafi’I, yaitu ;
الحاق فرع باصل لاتحاد العلة
Tetapi qiyas yang bersifat luas, yaitu menerapkan aspek al-mashlahah mursalah dan mengantarkan mudahnya memahami aga-ma.44 Disamping itu orang-orang yang diluar proses turunnya wahyu dijangkau oleh hadits Nabi yaitu ;
حكمى على الواحد حكمى على الحماعة
Aplikasi pendapat kedua ini dapat kita lihat ketika menafsirkan surat an-Nur (24) ayat 6-9, sabab nuzulnya berkenaan dengan Hilal Bin Umayyah yang menuduh istrinya berbuat zina dengan Syuraikh bin Sahma, tetapi Hilal tidak bisa mendatangkan bukti sebagaimana yang diminta oleh Nabi. Akhirnya di adakanlah “Mula’anah” antara Hilal dengan istrinya. Kasus “Li’an” ini hanya berlaku bagi orang-orang yang menyebabkan turunnya ayat, sedangkan kasus yang serupa dengan itu hanya ditetapkan dengan qiyas atau dengan mengoperasio-nalkan hadits Nabi di atas.45
Argumentasi yang dibangun oleh pendapat minoritas ini dida-sarkan kepada;
1. Ijma’ telah berlaku atas ketidak bolehan mengeluarkan sebab dari hukum lafadz umum yang datang lantaran sebab yang khu-sus sekalipun datang mukhassis.46
2. Para periwayat hadits telah meriwayatkan riwayat sabab nuzul. Mereka telah memberikan perhatian yang besar dan membuku-kannya.47
Dengan menyimak argumentasi kedua pendapat yang berten-tangan, sebenarnya keduanya melihat teks wahyu yang turun dari dua sudut yang berbeda. Pendapat mayoritas melihat bahwa lafadz umum adalah kalimat dan hukum yang terkandung di dalamnya bukan meru-pakan hubungan kausalitas dengan peristiwa yang melatar belakangi-nya, sehingga bagi yang berpendapat demikian kedudukan sebab nu-zul tidak terlalu penting.48 Sedangkan pendapat kedua yang merupa-kan minoritas melihat asbab nuzul sebagai sesuatu yang mencakup pe-ristiwa, pelaku dan waktu. Sehingga dalam memahami ayat al-Quran itu harus merujuk kepada kondisi sosial pada masa turunnya wahyu dan mengembangkan qiyas pada kasus yang berada di luar asbab nuzul.49
Jumhur ulama yang berpegang kepada keumuman lafadz pada ayat-ayat tertentu juga berpegang kepada kekhususan sabab, yaitu asbab nuzul yang melatar belakangi turunnya ayat, seperti pada surat al-Baqarah : 115
ولله المشرق والمغرب فاينما تولوا فثم وجه الله ان الله واسع عليم
Jika dipegang redaksi umumnya ayat, maka tidak wajib meng-hadap ke kiblat ketika shalat, dalam keadaan apapun. Tetapi dengan memegangi asbab nuzul maksud firman Allah di atas adalah petunjuk kepada orang-orang tertentu yang tidak dapat menentukan kiblat.50
Sedangkan dengan memegang pendapat yang minoritas terasa lebih kontekstual. Dengan berpegang kepada pendapat yang ke dua seorang mufassir mempunyai peluang yang lebih besar untuk menda-pat interpretasi yang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun, dalam mengklasifikaasikan pendapat yang kedua ini akan dijumpai sejumlah kerumitan karena kondisi pada saat berlangsung nya asbab nuzul sudah tidak sama lagi dengan kondisi sekarang, di samping itu ayat-ayat yang mempunyai asbab nuzul jumlahnya terbatas, di tam-bah lagi satu ayat kadang-kadang memiliki dua atau lebih riwayat asbab nuzul yang kondisinya berbeda.51
Urgensi Asbab Nuzul
Mengetahui asbab nuzul merupakan faktor yang signifikan da-lam memahami al-Quran. Uslub-uslub al-Quran yang bermuatan pe-san-pesan Allah dalam cara pengungkapannya sangat terpengaruh oleh latar belakang penyebab turunnya. Oleh karena itu redaksi yang dipergunakan oleh Allah untuk menyampaikan pesannya, baik dalam bentuk taqrir (penegasn), nafyi (peniadaan), maupun dalam bentuk-bentuk yang lainnya tidak dapat difahami kecuali melalui faktor-faktor ekstern (asbab nuzul) dan korelasi dari kondisi yang ada.52 Dalam hal ini termasuk pula mengetahui waktu, tempat, orang-orang dalam ling-karan kisah turunnya ayat, mempunyai implikai yang sangat signi-fikan dalam mengukur kedalaman makna ayat dan menyibak tabir yang terselubung di atasnya. Dalam kontek inilah kita dapat memaha-mi pernyataan Ibn Taimiyah :53
معرفة سبب النزول يعين على فهم الاية فان العلم بالسبب يورث العلم بالمسبب
Urgensi asbab nuzul antara lain sebagai berikut :
1. Sebagai instrumen dalam memahami apakah suatu ayat berlaku umum atau khusus, selanjutnya dalam konteks apa ayat itu dapat diaplikasikan.
2. Mengetahui hikmah, dan rahasia diundangkannya suatu ketetap-an syara’ (hukum).Contoh yang paling gamblang dari poin ini adalah kasus khamar yang diharamkan secara bertahap dalam ti-ga fase. Melalui telaah asbab nuzul kita akan memahami menga-pa syara’ sampai bertahap dalam mengharamkan khamr.54
3. Mengetahui spesifiknya hukum karena terdapat asbab nuzul yang mengkhususkannya. Untuk contoh kasus ini dapat kita lihat pada latar belakang turunnya ayat Ali Imran ayat 188. Marwah bin Hakim sempat kebingungan memhami firman Allah berikut ini;
لاتحسبن الذين يفرحون بما اوتوا ويحبون ان يحمدوا عالم يفعلوا فلا تحسبنهم بنازة من العذاب ولهم عذاب شديد
Lalu Marwah berkomentar :
لئن كان كل امرئ فرح بما اوتى و احب ان يحمد عالم يفعل معذبا لنعذبن اجمعون
Kemudian Marwah menyuruh Rafi pengawalnya, menemui Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ayat di atas berkenaan dengan ahli kitab. Teks lengkapnya sebagai berikut :55
Penutup
Dalam Asbab Nuzul kita dapat menyaksikan aneka interaksi dan pelbagai kontak yang sangat dinamis pada saat-saat turunnya wahyu. Konsep asbab nuzul sangat berkaitan dengan tema-tema lain yang berada dalam kajian ulum al-Quran, seperti dengan kajian munasabh ayat, naskh mansukh, dan juga kajian lain diluar disiplin ilmu al-Quran seperti sejarah, sosiologi, dan antropologi.
Pengkajian Asbab nuzul dengan konsep-konsep lain, akan memperkaya daya jangkau asbab nuzul tidak hanya meliputi sebuah ayat tertentu saja, tetapi menyangkut seluruh kitab suci itu seutuhnya, dan tidak hanya berkaitan dengan kasus spesifik yang melibatkan Nabi beserta masyarakat beliau pada saat itu, tetapi meliputi seluruh situasi kondisi kultural dunia, khususnya Timur Tengah, lebih khusus lagi kawasan Jazirah Arab sebagai “situs” langsung wahyu Allah kepada Nabi Muhammad.

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan