Riwayat al-Hadits ialah peristiwa transformasi informasi profetik melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh para pencerita hadis dengan menggunakan mekanisme dan simbol-simbol tertentu.
Al-Syahadah adalah penyampaian kesaksian atas suatu peristiwa di dalam atau di luar lembaga peradilan, diminta maupun tidak diminta.
Persamaan dan Perbedaan
Persamaan dan perbedaan keduanya dapat dilihat berikut ini:
1. Persamaan:
a. Riwayat al-Hadits dan al-Syahadah keduanya adalah sama-sama peristiwa penyampaian informasi;
b. Riwayat al-Hadits dan al-Syahadah keduanya mempersyaratkan pelakunya adalah seorang muslim;
c. Riwayat al-Hadits maupun al-Syahadah mempersyaratkan pelakunya adalah orang yang berkeadilan (bukan orang fasik, pendusta, penipu, pengkhianat, dan sifat-sifat, sikap mental serta perbuatan-perbuatan yang dipandang tidak patut dan buruk oleh nilai-nilai Islam);
d. Riwayat al-Hadits dan al-Syahadah memestikan pelakunya telah mencapai usia baligh;
e. Riwayat al-Hadits dan al-Syahadah keduanya mempersyaratkan pelakunya seorang yang memiliki kapasitas personal dan intelektual yang memadai, sehingga dinyatakan akseptabel; dan
f. Riwayat al-Hadits maupun al-Syahadah – dalam pada mana pelakunya tunggal – memestikan pelakunya diambil sumpah.
2. Perbedaan:
a. Riwayat al-Hadits adalah penyampaian informasi yang bersifat profetik, sementara al-Syahadah adalah penyampaian informasi yang bersifat umum.
b. Al-Syahadah – untuk kasus-kasus muamalah – tidak mempersyaratkan keislaman pemberi kesaksian;
c. Riwayat al-Hadits tidak mempersoalkan koneksitas penyampai informasi dengan penerimanya sebagaimana al-Syahadah mempersoalkan hubungan antara pemberi kesaksian dengan orang yang dipersaksikan perkaranya;
d. Riwayat al-Hadits tidak mempersoalkan status sosial dan asal muasal pencerita hadis sebagaimana al-Syahadah merpersoalkan dan mempertimbangkan status sosial dan asal-muasal pemberi kesaksian;
e. Riwayat al-Hadits mengabaikan jumlah informan untuk semua kasus dan kontennya, sebagaimana al-Syahadah menetapkan seberapa jumlah orang yang mesti memberikan kesaksian berdasarkan jenis kasusnya;
f. Riwayat al-Hadits sama sekali tidak mempertimbangkan jender, sebagaimana al-Syahadah mempertimbangkannya;
g. Riwayat al-Hadits tidak memberikan otoritas kepada siapa pun untuk memaksa pencerita hadis menyampaikan informasi yang dimilikinya, ketika berdasarkan pertimbangannya belum dirasa perlu, sementara al-Syahadah mewajibkan saksi untuk menyampaikan kesaksiannya ketika lembaga peradilan membutuhkan keterangannya.
h. Riwayat al-Hadits mengabaikan ketunanetraan penyampai informasi, sebagaimana al-Syahadah mempertimbangkan faktor keawasan mata informannya.
Al-Syahadah adalah penyampaian kesaksian atas suatu peristiwa di dalam atau di luar lembaga peradilan, diminta maupun tidak diminta.
Persamaan dan Perbedaan
Persamaan dan perbedaan keduanya dapat dilihat berikut ini:
1. Persamaan:
a. Riwayat al-Hadits dan al-Syahadah keduanya adalah sama-sama peristiwa penyampaian informasi;
b. Riwayat al-Hadits dan al-Syahadah keduanya mempersyaratkan pelakunya adalah seorang muslim;
c. Riwayat al-Hadits maupun al-Syahadah mempersyaratkan pelakunya adalah orang yang berkeadilan (bukan orang fasik, pendusta, penipu, pengkhianat, dan sifat-sifat, sikap mental serta perbuatan-perbuatan yang dipandang tidak patut dan buruk oleh nilai-nilai Islam);
d. Riwayat al-Hadits dan al-Syahadah memestikan pelakunya telah mencapai usia baligh;
e. Riwayat al-Hadits dan al-Syahadah keduanya mempersyaratkan pelakunya seorang yang memiliki kapasitas personal dan intelektual yang memadai, sehingga dinyatakan akseptabel; dan
f. Riwayat al-Hadits maupun al-Syahadah – dalam pada mana pelakunya tunggal – memestikan pelakunya diambil sumpah.
2. Perbedaan:
a. Riwayat al-Hadits adalah penyampaian informasi yang bersifat profetik, sementara al-Syahadah adalah penyampaian informasi yang bersifat umum.
b. Al-Syahadah – untuk kasus-kasus muamalah – tidak mempersyaratkan keislaman pemberi kesaksian;
c. Riwayat al-Hadits tidak mempersoalkan koneksitas penyampai informasi dengan penerimanya sebagaimana al-Syahadah mempersoalkan hubungan antara pemberi kesaksian dengan orang yang dipersaksikan perkaranya;
d. Riwayat al-Hadits tidak mempersoalkan status sosial dan asal muasal pencerita hadis sebagaimana al-Syahadah merpersoalkan dan mempertimbangkan status sosial dan asal-muasal pemberi kesaksian;
e. Riwayat al-Hadits mengabaikan jumlah informan untuk semua kasus dan kontennya, sebagaimana al-Syahadah menetapkan seberapa jumlah orang yang mesti memberikan kesaksian berdasarkan jenis kasusnya;
f. Riwayat al-Hadits sama sekali tidak mempertimbangkan jender, sebagaimana al-Syahadah mempertimbangkannya;
g. Riwayat al-Hadits tidak memberikan otoritas kepada siapa pun untuk memaksa pencerita hadis menyampaikan informasi yang dimilikinya, ketika berdasarkan pertimbangannya belum dirasa perlu, sementara al-Syahadah mewajibkan saksi untuk menyampaikan kesaksiannya ketika lembaga peradilan membutuhkan keterangannya.
h. Riwayat al-Hadits mengabaikan ketunanetraan penyampai informasi, sebagaimana al-Syahadah mempertimbangkan faktor keawasan mata informannya.
0 comments:
Post a Comment