Kata ‘aqala (derivasi dari al-‘aql/akal) mengandung arti mengerti, memahami, dan berpikir. Pengertian, pemahaman, dan pemikiran ini dilakukan melalui kalbu yang berpusat di dada. Kesimpulan ini didasarkan pada beberapa ungkapan dalam ayat al-Quran, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. QS Al-Hajj [22]: 46, “ القلوب التى فى الصدور ” menunjukkan bahwa kalbu berada di dada.
2. QS Al-Hajj [22]: 46, “ قلوب يعقلون بها ” menunjukkan bahwa aktivitas kalbu adalah aktivitas berakal.
3. QS Al-A’raf [7]: 179, “ قلوب لايفقهون بها ” menunjukkan bahwa aktivitas kalbu adalah memahami.
4. QS At-Taubah [9]: 93, “ قلوبهم فهم لايعلمون ” menunjukkan bahwa aktivitas kalbu adalah mengetahui.
5. QS Muhammad [47]: 24, “Apakah mereka tidak men-tadabburi al-Quran ataukah kalbu mereka telah terkunci?” menunjukkan bahwa aktivitas kalbu adalah tadabbur (merenung).
Dengan dasar-dasar ini, Harun Nasution menyimpulkan bahwa akal, dalam pengertian Islam, tidaklah otak, tetapi adalah daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Keberadaan daya ini terdapat di dalam dada, bukan di kepala.
Pandangan umum selama ini yang menyatakan bahwa aktivitas berpikir, mengetahui, merenung, dan memahami yang dianggap berada di otak (kepala), menurut Harun Nasution dengan mengutip pandangan Prof. Izutsu, merupakan perubahan arti yang disebabkan oleh masuknya pengaruh filsafat Yunani (istilah nous) ke dalam pemikiran Islam.
Pertanyaannya, bagaimana kedudukan dan peran otak yang berada di kepala?
Dalam al-Quran tidak ada lafad yang menunjukkan arti “otak” yang berada di kepala. Sedangkan dalam al-Hadis, otak (daging) yang berada di kepala hanya diterangkan keberadaannya saja, tidak dengan fungsi dan perannya dalam tubuh manusia. Misalnya dalam hadis sebagai berikut.
Dari Abu Sa’id al-Khudriy, sesungguhnya Rasulullah Saw telah bersabda, “Sesungguhnya ahli neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang yang memakai dua sandal dari api neraka, yang ubun-ubunnya (otaknya) bergolak karena panasnya api tersebut”. (HR Muslim, Kitab al-iman, Bab Ahwanu Ahli al-Nar ‘Adzaban)
Dalam kajian anatomi, otak merupakan sebuah alat pengenalan pola. Melalui panca indera yang utama ( kita lihat, dengar, sentuh, baui, dan cicipi), otak menyerap berbagai data yang diterimanya, menyimpannya, dan mengirim balik data-data tersebut berupa respon (tanggapan) ke bagian-bagian tubuh yang lain.
Otak memiliki empat bagian yang utama. Otak bagian bawah (batang otak) yang berada di dasar tengkorak mengendalikan fungsi-fungsi sederhana yang penting: seperti pernapasan, detak jantung, dan naluri-naluri dasar lainnya. Di atas batang otak ini terdapat otak tingkat dua yang disebut sistem limbik. Ia berperan sebagai penyimpan memori yang berkaitan dengan naluri emosional. Dengan bagian otak ini, seseorang akan mudah mengingat pengalaman-pengalamannya yang melibatkan sisi-sisi emosional. Di atas sistem limbik terdapat dua bagian yang lainnya, yaitu cerebrum dua sisi dan korteks. Cereberum berfungsi untuk menyimpan memori gerak.
Profesor Marian Diamond, seorang peneliti otak terkemuka dan yang membedah otak Einstein, mengungkapkan seberapa kompleksnya fungsi setiap jaringan yang ada di otak dibandingkan dengan penjelasan sederhana mana pun tentang otak kanan dan kiri. Tetapi yang jelas, dia mengisyaratkan bahwa salah satu bagian otak ada yang berfungsi dalam ranah ilmu dan pengetahuan. Salah satu di antaranya adalah lobus frontal yang terletak tepat di belakang kening aktif melakukan perencanaan ke depan dan pengurutan ide-ide. (Gordon & Vos, 1999: 127)
Seluruh bagian yang berada di otak digunakan secara bersama-sama dan terpadu secara utuh untuk menyimpan, mengingat, dan mengambil informasi, serta mengirimkannya melalui aktivitas neurotransmitter (neuro berarti pikiran dan transmit berarti mengirim).
Berdasarkan uraian di atas, proses penyimpanan dan pengolahan informasi yang melahirkan pengetahuan, pengertian, dan pemahaman melalui proses atau daya berpikir terletak di otak yang berada di kepala.
Lalu, bagaimana kaitan antara daya berpikir yang dilakukan oleh otak yang berada di kepala dan kalbu yang ada di dada? Mungkinkah keduanya melakukan aktivitas yang sama?
Otak manusia merupakan komponen yang sangat luar biasa, terbentuk dari 1 triliun sel, 100 milyarnya aktif dan 900 milyarnya pendukung.
Dengan “processor” inti bernama nukleus, mereka bekerja dengan cara membentuk kaitan yang sangat kompleks satu dengan lainnya, menginterpetasikan sesuatu yang acak menjadi bau, suara, serta rasa hingga menjadi inti kesadaran manusia dalam memaknai hidup.
Namun jika boleh menambahkan, dalam membangun tubuh kita, otak juga memerlukan pendamping yang setara. Nah, inilah sesuatu yang menurut saya juga memiliki kekuatan luar biasa, sehingga manusia bisa disebut sebagai “extraordinary creature”karena memilikinya.
Organ itu bernama bernama jantung (sering diplesetkan dengan istilah hati). Jantung yang juga menjadi pusat dari ketenangan serta fitrah dari manusia yang sebenarnya, pemberi kontribusi yang tidak sedikit hingga manusia mendapati dirinya dalam kemampuan tertinggi yang disebut intuisi.
Dalam proses pembentukan bayi, jantung yang terlebih dahulu berdetak sebelum otak manusia terbentuk, organ ini menjadi pemrakarsa utama hidup matinya “sang pemenang”.
Jantung juga memiliki medan elektromagnetik 5000 kali lebih besar dari otak dan 40 ribu sel tersendiri didalamnya, menandakan kalau ia memiliki sistem tersendiri yang juga disebut “otak didalam jantung”.
Di antara banyaknya referensi tentang kehebatan otak manusia, saya ingin mencuatkan informasi, tanpa adanya medan energi yang dikirimkan jantung ke otak, manusia “muskil” merasakan kedamaian dan ketenangan.
Hal inilah yang mendukung secara ilmiah, jantung adalah tempat bersarangnya jiwa manusia, yang jika bergabung dengan otak kemudian akan membangkitkan 88% kekuatan bawah sadar yang sering di sebut-sebut itu.
Akal adalah suatu potensi yang dititipkan oleh Allah di dalam jantung (kalbu) dan potensi itu mempunyai jalur yang berhubungan dengan otak. (Madkour: 1988)
DAFTAR PUSTAKA
Dryden, Gordon & Jeannette Vos. 1999. Revolusi Cara Belajar Bagian I: Keajaiban Pikiran. Kaifa: Bandung.
Madkour, Ibrahim. 1988. Filsafat Islam: Metode dan Penerapan. Rajawali: Jakarta.
Nasution, Harun. 1982. Akal dan Wahyu dalam Islam. UI-PRESS: Jakarta.
0 comments:
Post a Comment