Mahasiswa, sebagai bagian integral dari institusi perguruan tinggi, memiliki kedudukan tersendiri dalam mengembangkan citra dirinya sebagai peserta didik tingkat tinggi dan citra lembaganya yang ia jadikan sebagai kawah candradimuka dalam menggodok profesionalisme perilaku dan perannya di masyarakat.
Terlebih, mahasiswa yang berada di lembaga perguruan tinggi Islam atau mahasiswa muslim yang berada di lembaga perguruan tinggi umum. Dalam hal ini, mari kita cerminkan diri kita sebagai mahasiswa perguruan tinggi Islam, wabil khusus Sekolah Tinggi Agama Islam Persis (STAIPI) yang mempunyai peran triple condition. Di satu sisi, ia harus memerankan dirinya sebagai mahasiswa yang sedang dilatih dan dididik menuju kedewasaan yang bertanggung-jawab sehingga dapat meraih derajat insan kamil. Di sisi lain, ia harus mencitrakan dirinya sebagai muslim yang akan menjadi pelopor dalam membangun sebuah peradaban gemilang. Di sisi yang ketiga, ia juga memegang amanah kelembagaan (baca; Jam'iyyah Persis) agar dapat berperan dalam menunjang pengembangan jam'iyyah yang telah mewadahi tingkat pendidikan tingginya.
Sebagai dasar pijakan, secara historis, semangat, etos kerja, dan kualitas suatu negara atau kebudayaan bersumber dan tercermin dalam institusi-institusi pendidikan tingginya. (Wan Daud, 2003: 204)
Pijakan ini merupakan pijakan mendasar yang harus senantiasa menjadi perhatian utama bagi kalangan mahasiswa dalam memainkan perannya itu.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana seharusnya Mahasiswa ini memainkan peranannya?
Dalam tinjauan berbagai aspek, peran Mahasiswa (khususnya Mahasiswa STAIPI) terlingkupi dalam beberapa aktivitas berikut.
1. Secara Internal
Mahasiswa memiliki peran internal bagi dirinya yang akan menjadi watak dan karakter mandiri dibandingkan dengan kaum awam lainnya. Peranan internal di sini terdiri dari beberapa faktor sebagai berikut.
a. Peningkatan Kualitas Intelektual. Ini menjadi ciri khas kemahasiswaan. Intelektualitas yang terbangun dengan baik dan metodik dapat menjadi ukuran dasar bagi keberhasilan pendidikan seseorang menuju kualitas yang diharapkan. Dalam upaya peningkatan kualitasnya dengan bercermin kepada kehidupan para filosof dan para cendekiawan lainnya, para mahasiswa dituntut untuk terus berupaya melakukan wisata intelektual (intellectual adventurer) sehingga peningkatan daya ilmiah dalam dirinya terjalin secara dinamis.
b. Peningkatan Kualitas Spiritual. Ini berkaitan dengan kualitas dan nilai-nilai keagamaan yang menjadi
2. Secara Eksternal
a. Peran Intelektualitas.
Satu tugas dari intelektualitas adalah upaya menembus kategori-kategori stereotif dan reduktif yang membatasi pikiran dan komunikasi manusia.
Orang-orang yang menjalankan fungsi intelektual dalam masyarakat, menurut Antonio Gramsci, terdiri dari dua jenis intelektual; pertama, intelektual tradisional seperti guru, ulama, dan para administrator yang secara terus-menerus melakukan hal yang sama dari generasi ke generasi; dan kedua, intelektual organik yang berdiri sebagai kalangan yang berhubungan langsung dengan kelas atau perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan mereka untuk berbagai kepentingan, serta untuk memperbesar kekuasaan dan kontrol. (Said, 1998: 1-2)
Gramsci yakin bahwa intelektual organik aktif dalam masyarakat, yakni mereka senantiasa berupaya mengubah pikiran dan memperluas pasar.
Menurut Edward W. Said, seorang intelektual adalah individu yang dikaruniai bakat untuk merepresentasikan, mengekspresikan dan mengartikulasikan pesan, pandangan, sikap, filosofi dan pendapatnya kepada publik. (Said, 1998: 7)
Beberapa Kegiatan Yang Dapat Dilakukan:
1. The Charge of Reference berupa seminar, bedah buku, diskusi panel.
2. The Change of Social berupa pelatihan-pelatihan yang bermanfaat bagi umat.
Terlebih, mahasiswa yang berada di lembaga perguruan tinggi Islam atau mahasiswa muslim yang berada di lembaga perguruan tinggi umum. Dalam hal ini, mari kita cerminkan diri kita sebagai mahasiswa perguruan tinggi Islam, wabil khusus Sekolah Tinggi Agama Islam Persis (STAIPI) yang mempunyai peran triple condition. Di satu sisi, ia harus memerankan dirinya sebagai mahasiswa yang sedang dilatih dan dididik menuju kedewasaan yang bertanggung-jawab sehingga dapat meraih derajat insan kamil. Di sisi lain, ia harus mencitrakan dirinya sebagai muslim yang akan menjadi pelopor dalam membangun sebuah peradaban gemilang. Di sisi yang ketiga, ia juga memegang amanah kelembagaan (baca; Jam'iyyah Persis) agar dapat berperan dalam menunjang pengembangan jam'iyyah yang telah mewadahi tingkat pendidikan tingginya.
Sebagai dasar pijakan, secara historis, semangat, etos kerja, dan kualitas suatu negara atau kebudayaan bersumber dan tercermin dalam institusi-institusi pendidikan tingginya. (Wan Daud, 2003: 204)
Pijakan ini merupakan pijakan mendasar yang harus senantiasa menjadi perhatian utama bagi kalangan mahasiswa dalam memainkan perannya itu.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana seharusnya Mahasiswa ini memainkan peranannya?
Dalam tinjauan berbagai aspek, peran Mahasiswa (khususnya Mahasiswa STAIPI) terlingkupi dalam beberapa aktivitas berikut.
1. Secara Internal
Mahasiswa memiliki peran internal bagi dirinya yang akan menjadi watak dan karakter mandiri dibandingkan dengan kaum awam lainnya. Peranan internal di sini terdiri dari beberapa faktor sebagai berikut.
a. Peningkatan Kualitas Intelektual. Ini menjadi ciri khas kemahasiswaan. Intelektualitas yang terbangun dengan baik dan metodik dapat menjadi ukuran dasar bagi keberhasilan pendidikan seseorang menuju kualitas yang diharapkan. Dalam upaya peningkatan kualitasnya dengan bercermin kepada kehidupan para filosof dan para cendekiawan lainnya, para mahasiswa dituntut untuk terus berupaya melakukan wisata intelektual (intellectual adventurer) sehingga peningkatan daya ilmiah dalam dirinya terjalin secara dinamis.
b. Peningkatan Kualitas Spiritual. Ini berkaitan dengan kualitas dan nilai-nilai keagamaan yang menjadi
2. Secara Eksternal
a. Peran Intelektualitas.
Satu tugas dari intelektualitas adalah upaya menembus kategori-kategori stereotif dan reduktif yang membatasi pikiran dan komunikasi manusia.
Orang-orang yang menjalankan fungsi intelektual dalam masyarakat, menurut Antonio Gramsci, terdiri dari dua jenis intelektual; pertama, intelektual tradisional seperti guru, ulama, dan para administrator yang secara terus-menerus melakukan hal yang sama dari generasi ke generasi; dan kedua, intelektual organik yang berdiri sebagai kalangan yang berhubungan langsung dengan kelas atau perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan mereka untuk berbagai kepentingan, serta untuk memperbesar kekuasaan dan kontrol. (Said, 1998: 1-2)
Gramsci yakin bahwa intelektual organik aktif dalam masyarakat, yakni mereka senantiasa berupaya mengubah pikiran dan memperluas pasar.
Menurut Edward W. Said, seorang intelektual adalah individu yang dikaruniai bakat untuk merepresentasikan, mengekspresikan dan mengartikulasikan pesan, pandangan, sikap, filosofi dan pendapatnya kepada publik. (Said, 1998: 7)
Beberapa Kegiatan Yang Dapat Dilakukan:
1. The Charge of Reference berupa seminar, bedah buku, diskusi panel.
2. The Change of Social berupa pelatihan-pelatihan yang bermanfaat bagi umat.
0 comments:
Post a Comment