Wilujeng Sumping, alias SELAMAT DATANG... di blog simkuring... moga-moga aya manfaat nu tiasa katampi... hapunten nu kasuhun... bilih aya nu teu kahartos...

Kang Yosep: "Idealis" menapaki "Realitas"


DATA MAHASISWA

No. NIM Nama Mahasiswa
1 09.0290 Abdul Malik
2 09.0267 Agus Salim
3 09.0292 Asep Haerudin
4 09.0282 Asep Saripin
5 09.0301 Basir Japidung
6 09.0259 Diman Zamil
7 09.0303 Ema Nurhasanah
8 09.0278 Fitri Indriani
9 09.0299 Galih Permana
10 09.0270 Ikrima Nisa Habibah
11 09.0275 Ismailia
12 09.0325 Maya Susanti
13 09.0324 Mira Nopita
14 09.0326 Rani Tri Lesmayanti
15 09.0260 Risa Apriani
16 09.0385 Sidiq Ginanjar
17 09.0300 Siti Nurul Hidayah
18 09.0328 Tedi Setiadi
19 09.0327 Toto Soni
20 09.0383 Winda Gustiani
21 09.0319 Wiwin Muspianti
22 09.0384 Yana Hadiana
23 09.0283 Yopi Sopiana
24 09.0265 Yosep Saeful Azhar Photobucket
25 09.0298 Endang Sudrajat
26 09.0316 Supian Munawar
27 Asep Al-Juhaeri

Sunday, January 17

Segi Alat dalam Tafsir

Pada dasarnya alat adalah sesuatu yang digunakan untuk pen-capaian tujuan tertentu yang sebelumnya sudah ditetapkan pelaku.99 Demikian juga rumusan alat untuk tafsir al-Quran. Sebagai sudah disebutkan di muka, tujuan al-Tafsir adalah me-ngungkap dan menjelaskan maksud Allah dalam firman-Nya.100 Un-tuk mendapatkan tujuan ini digunakan seluruh kemampuan manu-sia.101 Hanya saja jika yang menjadi sasaran proses penafsiran al-Quran adalah kejelasan maksud allah swt., dalam ayat-ayat-Nya, ma-ka alat dalam tafsir al-Quran menjadi terikat kepada tujuan ini, berarti alat tersebut harus fungsional dalam rangka pencapaian tujuan penaf-siran al-Quran.

Menurut rumusan al-tafsir atau ‘Ilm al-tafsir yang dikemukakan oleh al-Dzahabi,102 terdapat dua sasaran untuk mendapatkan tujuan al-tafsir, yaitu (1) pemahaman lafazh, dan (2) penjelasan maksud Allah. Dengan dua sasaran ini, tampak perangkat alat yang dibu-tuhkan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran. Jadi yang dibutuhkan adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk memahami makna serta mengambil faedah-faedah dari ayat-ayat al-Quran yang nantinya membantu bagi pemahaman maksud Allah ta’ala dalam ayat-ayat al-Quran. Yang berfungsi seperti ini, menurut al-Syathiby, adalah alat yang tidak boleh tidak harus ada.103 Termsauk keadaan kategori ini adalah ilmu-ilmu bahasa Arab. Demikian juga menilik spesifikasi al-Quran, sebagai disebutkan di muka, misalnya dari segi qiraah, maka ilm al-Qiraah, nasikh wa mansukh, qawa’id al-Ushul dan yang se-perti ini termasuk ke dalam kategori alat. Selain ilmu-ilmu yang dise-butkan di akhir, menurut al-Syathiby berfungsi sebagai al-washilah atau media bagi pemahaman makna ayat-ayat al-Quran.
Dengan demikian al-Syathiby mendudukan ilmu-ilmu yang di-hubungkan dengan al-Quran (ulum al Quran) pada dua fungsi, yaitu sebagai alat dan media (al-washilah). Berbeda dengan al-Syathiby, Ibn Rusyd, menyatakan bahwa ilmu-ilmu falsafah adalah diperlu-kan.104 Masalahnya adalah – menurut Ibn Rusyd – bagaimana kita bisa faham hakikat al-Syari’ah jika kita tidak mengatahui ilmu falsa-fah, terutama dengan al-Razy,105 dalam menempatkan ‘ilm al-Hayyi-ah sebagian dari ilmu-ilmu yang diperlukan mufassir untuk menafsir-kan al-Quran.
Pendekatan fungsional dalam kajian ulum al-Quran sebagai alat dalam tafsir al-Quran menghendaki sikap proporsional mufassir. Al-Syathiby dalam pembahasannya mengenai pembagian ilmu-ilmu yang dihubungkan dengan al-Quran, menjadikannya dua kategori yaitu sebagai alat dan media, telah menampakkan sikap yang dimak-sud. Ketepatan penempatan ilmu-ilmu ini telah mendapatkan per-hatian mufassir, mengingat dua kepentingan, yaitu: (1) tujuan al-tafsir yaitu menemukan kejelasan maksud Allah dalam ayat-ayatnya, yang karena kekhasan al-Quran ini hanya bisa dicapai dengan alat-alat yang khusus seperti ilmu qira’ah dan kaidah-kaidah al-tafsir lainnya,106 dan (2) penempatan al-Quran sebagai petunjuk atau pedo-man kehidupan. Karena al-Quran merupakan kitab suci yang terbuka – sebagai dikemukakan Bint al-Syathi dan Abd Allah Daraz107 – maka seluruh manusia berhak memahami dan mengambil petunjuk dari al-Quran dengan kemampuan dan kecenderungannya masing-masing, sehingga yang disebut di akhir ini akan menempati posisi dan porsi tertentu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran.
Jika untuk menafsirkan al-Quran dibutuhkan alat, yaitu ulum al-Quran dalam pengertian seperti di atas, maka demikian halnya bagi terjemah al-Quran diperlukan alat, dan atau syarat. Sebelum pemba-hasan alat bagi terjemah al-Quran dilakukan, perlu dilihat rumusan terjemah al-Quran.
Pada dasarnya terjemah adalah mengalih kalimat dari satu ba-hasa ke bahasa lainnya. Dari pengertian ini kemudian terdapat pem-bagian yaitu terjemah harfiyah dan terjemah maknawiyah atau tafsi-riyah.108 Pada terjemah harfiyah terbagi ke dalam tiga bagian: (1) ter-jemah harfiyah setara الترجمة الحرفية بالمثل yaitu terjemah struktur kalimat al-Quran ke dalam bahasa lainnya dengan mengikuti susunan kata dan gaya bahasa al-Quran dan (2) terjemah harfiyah yang tidak setara الترجمة الحرفية بغير المثل yaitu terjemah harfiyah yang mengikuti struktur kalimat al-Quran sesuai dengan kemampuan penerjemah da-lam pengetahuan bahasa al-Quran.
Kedua bentuk terjemah harfiyah tersebut jika diterapkan ke selain al-Quran bisa saja, tetapi bagi bahasa al-Quran tidak mungkin, berdasar atas kebahasaan dan tujuan diturunkan al-Quran sebagai bukti kebenaran nubuwwah Rasul saw., yang terkandung dalam redaksi ayat-ayat al-Quran yang memiliki kekhasan. Dari sini, bisa disebutkan bahwa terjemah harfiyah dari al-Quran bukan tafsir al-Quran.109
Terjemah tafsiriyyah adalah terjemah al-Quran dengan membe-rikan perluasan dan penjelasan makna yang terkandung dalam bahasa al-Quran, tanpa memperhatikan struktur kalimat atau bahasa al-Quran serta seluruh makna yang dimaksud oleh al-Quran. Demikian, pener-jemah hanya memperhatikan apa yang dimaksud oleh redaksi al-Quran, kemudian mengalihkannya ke dalam bahsa pengganti sesuai dengan hasil pemahamannya terhadap system redaksi al-Quran. Pada terjemah tafsiriyyah makna-makna yang dimaksud ayat al-Quran masih dapat ditemukan selama si mufassir memiliki kualifikasi untuk menafsirkan dan menterjemahkan ayat-ayat al-Quran ke dalam baha-sa selain al-Quran. Menurut al-Dzahaby, jika untuk tafsir al-Quran dibolehkan – menurut kesepakatan ulama – menafsirkan ayat-ayat al-Quran bagi orang-orang yang memiliki kualifiasi untuk ini sesuai dengan kemampuannya tanpa harus secara menyeluruh dapat meng-ungkapkan maksud-maksud Allah dalam ayat-ayat-Nya maka demi-kian juga bagi terjemah tafsiriyyah. Sebab ungkapan-ungkapan dalam terjemah tafsiriyyah yang di dalamnya mencakup pensyarahan dan penjelasan makna, pembahasan maksud, pengungkapan dan penetap-an dalil, dan dari segi lainnya yang berkaitandengan tadabur makna al-Quran.110 Dan dari segi ini, bisa disebut bahwa terjemah tafsiriy-yah adalah tafsir al-Quran dengan bahasa selain al-Quran. Dan oleh karenanya terjemah tafsiriyyah memerlukan alat atau syarat tertentu.
Syarat-syarat untuk menerjemahkan tafsiriyyah adalah sebagai berikut111: pertama, seperti tafsir al-Quran, terjemah tafsiriyyah ha-rus berdasarkan prinsip atau kaidah yang pasti dalam syari’ah Isla-miyah. Kemudian ketika penterjemahan akan menarik makna al-Quran, ia harus bersandar pada tafsir al-Quran berbahasa Arab; sebab jika menarik makna al-Quran hanya bersandar pada akalnya saja atau pada tafsir al-Quran yang tidak benar dan karenanya pula tidak di-anggap sebagai terjemah tafsiriyyah yang sah.112 Kedua, seperti juga syarat bagi mufassir, penerjemah harus bersih dari akidah yang bertentangan dengan al-Quran. Ketiga, penerjemah harus menguasai dua bahasa sekaligus, yaitu bahasa al-Quran dan bahasa penggantinya yang menyangkut aspek bentuk, gaya bahasa, dan semantic kedua ba-hasa tersebut. Keempat, --secara teknis–yang pertama dilakukan oleh penerjemah adalah menulis ayat al-Quran terlebih dahulu, kemudian meberikan penjelasannya dan kemudian memberikan terjemah tafsi-riyyahnya. Dengan tahapan-tahapan seperti ini bisa dihindari panda-ngan orang yang menyebutkan bahwa terjemah tersebut adalah ter-jemah harfiyah.
Syarat sebagaimana tersebut di atas menurut al-Dzahaby adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang akan menafsirkan al-Quran dengan selain bahasa al-Quran.113
Termasuk ke dalam instrumen pemahaman al-Quran adalah kaidah-kaidah penafsiran atau qawaid al-tafsir, membahas termasuk di dalamnya disebabkan munasabah dimiliki oleh system redaksi ayat al-Quran oleh keduanya yang akan dikemukakan.



0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan