Wilujeng Sumping, alias SELAMAT DATANG... di blog simkuring... moga-moga aya manfaat nu tiasa katampi... hapunten nu kasuhun... bilih aya nu teu kahartos...

Kang Yosep: "Idealis" menapaki "Realitas"


DATA MAHASISWA

No. NIM Nama Mahasiswa
1 09.0290 Abdul Malik
2 09.0267 Agus Salim
3 09.0292 Asep Haerudin
4 09.0282 Asep Saripin
5 09.0301 Basir Japidung
6 09.0259 Diman Zamil
7 09.0303 Ema Nurhasanah
8 09.0278 Fitri Indriani
9 09.0299 Galih Permana
10 09.0270 Ikrima Nisa Habibah
11 09.0275 Ismailia
12 09.0325 Maya Susanti
13 09.0324 Mira Nopita
14 09.0326 Rani Tri Lesmayanti
15 09.0260 Risa Apriani
16 09.0385 Sidiq Ginanjar
17 09.0300 Siti Nurul Hidayah
18 09.0328 Tedi Setiadi
19 09.0327 Toto Soni
20 09.0383 Winda Gustiani
21 09.0319 Wiwin Muspianti
22 09.0384 Yana Hadiana
23 09.0283 Yopi Sopiana
24 09.0265 Yosep Saeful Azhar Photobucket
25 09.0298 Endang Sudrajat
26 09.0316 Supian Munawar
27 Asep Al-Juhaeri

Sunday, January 17

Segi Sumber Tafsir

Al-Dzahaby dalam altafsir wa alMufassirun membahas sumber al-tafsir secara kronologi dari perkembangan tafsir al-Quran. Menurut al-Dzahabiy, pada masa shahabat, paling tidak ter-dapt empat sumber tafsir, yaitu: (1) al-Quran, (2) Nabi saw., (3) kemampuan para shahabat dalam ijtihad untuk mengambil ajaran dari al-Quran dan as-Sunnah (4) Ahl al-Kitab, yaitu Yahudi dan Nas-rani.79 Sementara yang menjadi sumber tafsir pada masa al-Tabi’in (periode kedua dari perkembangan tafsir), adalah: (1) apa yang terdapat dalam al-Quran sendiri, (2) sesuatu yang diriwayatkan para shahabat dari Rasul saw., (3) riwayat-riwayat dari shahabat yang ter-dapat dalam tafsir mereka, (4) sumber-sumber yang berasal dari Ahl Kitab yang terdapat dalam buku-buku mereka, dan (5) hasil-hasil dari ijtihad dan nalar mereka terhadap al-Quran.80

Pada periode berikut-nya, yaitu periode ketiga dalam perkembangan tafsir al-Quran, yang menjadi sumber tafsir al-Quran, selain sumber-sumber yang terdapat pada periode sebelumnya juga mendapat tambahan sumber baru. Sumber dimaksud dalam tafsir pada periode ini adalah hasil perkem-bangan sejumlah ilmu, yaitu perkembangan ilmu bahasa atau sastra, ilmu pengetahuan alam, ilmu falsafah, ilmu fiqih.81 Dengan perkem-bangan ilmu-ilmu tersebut memberikan pengaruh pada kualitas dan kuantitas sumber al-riwayah dan tafsir; secara luas terjadi inventa-risasi pemahaman ahli atas tafsir al-riwayah, walaupun hal ini dila-kukan oleh perorangan, demikian menurut al-Dzahaby.82
Dari deskripsi historis perkembangan sumber tafsir al-Quran di atas dapat dilihat adanya hubungan imbang antara tafsir al-Quran dengan sumber di satu sisi dengan perkembangan pengetahuan dan bahkan dengan perkembangan-perkembangan segi lainnya, di sisi lain. Dari keadaan yang demikian disebtkan bahwa tafsir al-Quran adalah bermula dari realitas kehidupan dan bermuara pada al-Qur-an83. Tesis yang disebutkan di akhir, jika dipegangi oleh seorang mufassir dalam penafsirannya, bisa memperhatikan dua kepentingan sekaligus, yaitu kepentingan kebutuhan kondisional yang memer-lukan hidayah al-Quran, dan penempatan al-Quran sebagai hidayah pada posisi yang tinggi; yang menerangi seluruh segi kehidupan manusia di dunia.84
Keinginan untuk menjadikan al-Quran sebagai petunjuk atau pe-doman dari seorang mufassir – Muahammad Abduh, misalnya85 – bagi pembangunan masyarakatnya, mengharuskan mufassir tersebut memperhatikan prinsip-prinsip perkembangan dan perubahan masya-rakat baik yang terdapat dalam konsep atau dalam teori perubahan sosial maupun dalam kehidupan nyata yang ditengahnya mufassir hidup. Dan oleh sebab itu, keinginan dan tujuan mufassir berpenga-ruh terhadap pengambilan dan penentuan sumber tafsirnya.86 Jika nyatanya pengaruh negatif sumber tersebut tidak bisa dihindarkan, maka kontrol sumber tafsir perlu dilakukan mengingat: (1) dalam taf-sir terdapat tujuan yang substansial, yaitu بيان عن مراد الله yang me-ngikat sumber tafsir dan segi-segi lainnya, yang oleh karenanya mun-cul kriteria sumber tafsir, dan (2) al-Quran adalah دلول ذو الوجوه yang berarti bahwa al-Quran (a) bisa mengikuti keinginan si pe-mahamnya, dan (b) al-Quran sendiri menjelaskan makna-maknanya yang banyak shingga pemahaman para mujtahid tidak bisa mem-batasi dan mengklaim makna-makna tersebut, walaupun peluang un-tuk men-ta’wil-kan lafazh-lafazh al-Quran guna mendapatkan makna-makna yang terkandung di dalamnya tetap terbuka bagi para muj-tahid,87 (3) dalam rangka ‘membumikan al-Quran dan atau peme-liharaan relevansitas tafsir al-Quran dengan kebutuhan-kebutuhan tertentu, misalnya yang bersipat konsepsional maupun yang berupa tuntunan moral, akan terjadi fokus penafsiran al-Quran pada bidang tertentu yang dapat mengganggu universalitas, keabadian dan objek-tivitas makna-makna al-Quran yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan. Dari pertimbangan-pertimbangan inilah diperlukan kontrol terhadap sumber tafsir al-Quran.
Kontrol terhadap sumber tafsir al-Quran dilakukan dengan menggunakan: (1) al-Quran dan (2) hadits. Yang pertama didasarkan atas: (1) penjelasan maksud Allah dalam ayat-ayat al-Qurana dan pa-da Allah sendiri sebagai tersirat dalam firmanNya: ثم إن علينا بيانه (2) Dictum yang berbunyi anna al-Quran yufassiru ba’dhuha ba’dha, dan (3) kekhususan-kekhususan yang dimilki al-Quran sebagaimana dikemukakan Bint al-Syathy’88. Yang kedua di dasarkan atas: kan-dungan ayat-ayat al-Quran sendiri dan hadits Nabi saw., berbunyi89:
قال رسول الله ص. م.: ألا إنى أوتيت القرآن ومثله معه
“Ingatlah sesungguhnya aku diberi al-Qurandan yang serupanya.
Al-Quran dan Hadits sebagai sumber berfungsi memberi keje-lasan makna ayat-ayat al-Quran yang ditafsirkan, dan menjadi ruju-kan bagi pengukuran makna-makna ayat al-Quran yang bersumber pada selain al-Quran. Dengan pengertian lain, makna ayat-ayat al-Quran yang dihasilkan berdaasrkan pada sumber-sumber ilmu penge-tahuan, informasi kebahasaan, sejarah dan lainnya,90 harus dilihat da-ri segi kandungan ayat-ayat al-Quran sendiri.91 Selama makna terse-but tidak bertentangan dengan makna yang terkandung pada ayat se-lain yang ditafsirkan, maka makna itu benar, dan sebaliknya. Analisa yang disebut di akhir ini berlakukan pada penjelasan kosa kata, ung-kapan kalimat dan ayat al-Quran.92
Berdasarkan uraian di atas, sumber-sumber yang terdapat dalam buku-buku tafsir klasik dan modern sebagai hasil ijtihad mufassir perlu dilihat dan dievaluasi bagi kepentingan pengambilan petunjuk al-Quran untuk pemenuhan kebutuhan kehidupan masyarakat.
Nilai dari sebuah petunjuk kepada dua sumber tafsir yaitu al-Quran dan Hadits, tergantung kepada dua segi, yaitu (1) segi kualitas perujukan, yakni seberapa tingkat intensitas perujukan seorang mu-fassir pada ayat al-Quran dan kepada hadits untuk kejelasan makna yang dicarinya. Untuk keperluan ini, mufassir dapat memanfaatkan prinsip-prinsip yang ada dalam metodeالموضوعي 93 dan (2) segi kua-litas perujukan. Segi yang kedua ini, menuntut perhatian dan komit-men yang tinggi dari seorang mufassir terhadap kekhasan al-Quran sebagai firman Allah swt., secara garis besar kekhasan al-Quran adalah pertama, sistematika dan system redaksional ayat-ayat al-Quran datang dari Allah swt., sesuai dengan firman Allah yang ter-surat:
الر كتاب أحكمت آياته ثم فصلت من لدن حكيم خبير (هود: 1)
إن علينا جمعه وقرآنه
Kedua, teks bacaan al-Quran (qira’ah) adalah dari Allah swt., makna-makna menjadi tidak sempurna bahkan rusak, ketika kaidah qira’ah dilanggar.94 Yang demikian sesuai dengan iasyarat ayat 18 dari surat al-Qiyamah.
فإذا قرأناه فاتبع قرآنه
Ketiga, - sebagai sudah disebut di muka – yang mengetahui penjelasan dari ayat-ayat al-Quran secara pasti adalah Allah swt., ini berarti bahwa makna-makna ayat al-Quran terkandung di dalam al-Quran dan Hadits.95 Jika dua segi di atas diperhatikan oleh mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al Quran, maka penafsirannya dari segi sumber memiliki bobot.
Berdasarkan pada pandangan adanya hubungan yang kokoh dalam susunan kalimat atau ayat-ayat al-Quran, atau adanya مناسبة الأية,96 maka satuan kajian dalam tafsir al-Quran adalah satu kesatuan susunan ayat. Artinya al-Quran sebagai sumber makna, ayat-ayat dan atau suratnya akan memberikan makna yang sempurna jika pengam-bilan kejelasan makna ayat atau lafzh yang dicari tidak lepas dari konteks kesatuan susunan redaksional (syiyaq) ayat.97 Yang disebut di akhir ini, berbeda dengan satuan kajian dalam pemahamn al-Quran yang dilakukan oleh berbagai kalangan selain mufassir. Dalam pe-mahaman al-Quran satuan kajiannya adalah bagian dari ayat atau satu lafazh saja, yang dilepas dari syiyaq-nya. Dan oleh karenanya pula alat yang dibutuhkan bagi pemahaman al-Quran dan penafsiran al-Quran bisa berbeda mengingat beberapa ciri dari tasfir al-Quran yang sudah disebutkan. Dengan demikian perlu dilihat segi alat dalam tafsir al-Quran.


0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan