Dalam jumpa pers di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (24/9), Kapolri Jenderal (Pol.) Bambang Hendarso Danuri menyatakan, "Aksi teroris yang dilakukan sejak tahun 2000 hingga kasus terakhir penembakan tiga polisi di Mapolsek Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumut, tahun 2010 memiliki target mengambil-alih kekuasaan negara untuk menegakkan Negara Islam (Daulah Islam)". (Kompas, 25/9)
Inilah yang kemudian menjadi alasan dan pembenaran atas tindakan aparat Densus 88 yang membabi-buta terhadap orang-orang yang disangka pelaku terorisme.
Terakhir, bagaimana Densus 88 secara arogan dan kasar menginjak-nginjak tubuh Khairil Ghazali yang sedang menunaikan shalat Maghrib saat Densus yang berjumlah sekitar 30 orang dan bersenjata lengkap menyerbu dan mendobrak rumahnya. Padahal, setidaknya menurut pengakuan keluarganya, tak mungkin Ghazali terlibat kasus terorisme. (Hidayatullah.com, 28/9)
Sebelum ini, selama kurun waktu 2000-2010 saja, sebanyak 44 orang yang disangka teroris tewas ditembak aparat. Menurut mantan ketua PBNU KH Hasyim Muzadi, cara penanganan terorisme ini cenderung meniru cara Amerika Serikat pada masa kepemimpinan George W. Bush, yakni preemptive (tangkap/tembak dulu, urusan belakangan, red). (Antara, 28/9)
Negara Islam: Agenda Teroris?
Umat Islam di Indonesia tidak kali ini saja mendengar "narasi" (cerita) yang disampaikan aparat kepolisian dan pihak terkait, bahwa agenda para teroris adalah mendirikan Negara Islam dan menegakkan syariah Islam. Kasus perampokan Bank CIMB di Medan, Sumut, misalnay dianggap sebagai bagian dari rentetan dari agenda teroris untuk mengambil-alih kekuasaan untuk mendirikan Negara Islam (Daulah Islam). Betulkah?
Untuk menguji kebenaran "narasi" (cerita) atau dugaan di atas, tentu perlu diajukan beberapa pertanyaan. Pertama, benarkah perampokan oleh "para teroris" itu sama dengan mengambil harta fa'i?
Kedua, bisakah mendirikan Negara Islam ditempuh dengan cara melakukan tindakan teror?
Ketiga, mengapa aparat terkesan memaksakan wacana "Negara Islam" sebagai agenda para teroris, kemudian dibangun opini sedemikian rupa tentang bahaya Negara Islam?
Bukan Harta Fa'i
Tidak dipungkiri, di tengah-tengah kaum muslimin ada pemahaman agama yang keliru, yang kemudian menjadi dasar untuk melakukan aksi yang juga keliru. Dalam kasus Fa'i (harta rampasan), sebagian kecil kelompok muslim menganggap harta di luar kelompok mereka adalah seperti harta orang kafir, karena mereka berada di luar Negara Islam yang mereka klaim telah berdiri. Logika ini (yang tanpa hujjah yang bisa dipertanggungjawabkan) lalu menjadi pembenaran atas aksi-aksi "kriminal" untuk mengambil harta orang lain di luar kelompok mereka. Inilah kesalahan fatal dalam memahami fakta Fa'i.
(Sumber: Buletin AL-ISLAM, Edisi 524)
0 comments:
Post a Comment