Wilujeng Sumping, alias SELAMAT DATANG... di blog simkuring... moga-moga aya manfaat nu tiasa katampi... hapunten nu kasuhun... bilih aya nu teu kahartos...

Kang Yosep: "Idealis" menapaki "Realitas"


DATA MAHASISWA

No. NIM Nama Mahasiswa
1 09.0290 Abdul Malik
2 09.0267 Agus Salim
3 09.0292 Asep Haerudin
4 09.0282 Asep Saripin
5 09.0301 Basir Japidung
6 09.0259 Diman Zamil
7 09.0303 Ema Nurhasanah
8 09.0278 Fitri Indriani
9 09.0299 Galih Permana
10 09.0270 Ikrima Nisa Habibah
11 09.0275 Ismailia
12 09.0325 Maya Susanti
13 09.0324 Mira Nopita
14 09.0326 Rani Tri Lesmayanti
15 09.0260 Risa Apriani
16 09.0385 Sidiq Ginanjar
17 09.0300 Siti Nurul Hidayah
18 09.0328 Tedi Setiadi
19 09.0327 Toto Soni
20 09.0383 Winda Gustiani
21 09.0319 Wiwin Muspianti
22 09.0384 Yana Hadiana
23 09.0283 Yopi Sopiana
24 09.0265 Yosep Saeful Azhar Photobucket
25 09.0298 Endang Sudrajat
26 09.0316 Supian Munawar
27 Asep Al-Juhaeri

Friday, October 8

SOFISME



Sofisme adalah aliran gerakan pemikiran yang tidak beretika.

Sofisme berpijak pada suatu sikap yang berpendapat bahwa kebenaran itu relatif adanya. Disebut demikian karena yang pertama-tama mempraktekkannya adalah kaum sofis, nama suatu kelompok cendekiawan yang mahir berpidato pada zaman Yunani kuno. Mereka selalu berusaha mempengaruhi khalayak ramai dengan argumentasi-argumentasi yang menyesatkan yang disampaikan melalui pidato-pidato mereka agar terkesan kehebatan mereka sebagai orator-orator ulung.

Kaum Sofis muncul pada pertengahan abad ke-5 SM.[1] Beberapa orang filsuf sofis yang terkenal tidak berasal dari Athena, namun semuanya pernah mengunjungi dan berkarya di Athena.[1] Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan munculnya kaum sofis.[1]

1. 1. Perkembangan Athena

Setelah perang dengan Persia usai pada tahun 449 SM, Athena berkembang pesat di dalam bidang politik dan ekonomi.[1][2]Perikles adalah tokoh yang berhasil memimpin Athena saat itu hingga Athena berhasil menjadi pusat seluruh Yunani.[1] Sebelumnya, filsafat dan ilmu pengetahuan lain kurang berkembang di Athena, melainkan di tempat-tempat lain.[1] Namun setelah Athena menjadi pusat politik dan ekonomi Yunani, dengan segera Athena juga menjadi pusat dalam bidang intelektual dan kultural.[1]

1. 2. Kebutuhan akan Pendidikan

Bersamaan dengan meningkatnya kemakmuran warga Athena, maka dirasakan juga kebutuhan di dalam bidang pendidikan.[2][1] Pendidikan yang utama pada waktu itu adalah pendidikan yang memampukan seseorang untuk berbicara dengan baik dan meyakinkan di depan umum.[2][1][4] Hal itu berkaitan dengan kemajuan di bidang politik, yakni dengan sistem demokrasi diterapkan di Athena.[1][2] Sistem demokrasi Athena menggunakan pemungutan suara terbanyak di dalam pengadilan maupun sidang umum.[2][1] Oleh karena itu, para pemuda yang merupakan calon-calon pemimpin harus dilatih untuk dapat berbicara dengan meyakinkan supaya dapat ikut serta dalam kehidupan politik.[1][2] Di sinilah kaum sofis memenuhi kebutuhan akan pendidikan tersebut.[1][2] Kaum sofis mengajarkan ilmu-ilmu seperti matematika, astronomi, dan tata bahasa, di samping ilmu retorika yang merupakan ilmu terutama.[1] Selain memiliki murid-murid yang berasal dari kalangan atas, para sofis juga memberi ceramah-ceramah untuk rakyat.[1]

1. 3. Perjumpaan dengan Pelbagai Kebudayaan

Kemajuan Athena juga mendorong perjumpaan dengan orang-orang dari pelbagai bangsa yang memiliki adat istiadat, hukum, ilmu pengetahuan, dan filsafat yang berbeda.[2] Hal itu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai etika, tradisi-tradisi, bahkan kepercayaan religius.[1] Kaum sofis banyak berbicara apakah peraturan-peraturan yang ada berdasarkan kesepakatan sosial atau adat kebiasaan saja (nomos) ataukah berdasarkan pada kodrat manusia (physis).[1] Pada umumnya, kaum sofis menyatakan bahwa kehidupan sosial tidak memiliki dasar kodrat manusia, dan merupakan kesepakatan manusiawi saja.[1]

2. Para Filsuf Sofis

Di dalam sejarah filsafat, dikenal beberapa nama filsuf yang termasuk di dalam kaum sofis.[5] Nama-nama tersebut adalah Protagoras dari Abdera, Xeniades dari Korintus, Gorgias dari Leontinoi, Lycophron, Prodikos dari Keos, Thrasymakos dari Chalcedon, Hippias dari Elis, dan Antiphon and Kritias dari Athena.[5] Dari beberapa nama filsuf tersebut, hanya Protagoras, Gorgias, Prodikos, Hippias, dan Antiphon, yang fragmen-fragmen tulisannya masih tersimpan sehingga pengajarannya dapat diketahui.[5] Hanya ada sedikit sekali tulisan yang berbicara mengenai Thrasymakos dan Kritias.[5] Sedangkan untuk Lycophron dan Xeniades, sama sekali tidak ada fragmen tulisan mereka yang tersimpan.[5]

3. Pengaruh

Di dalam sejarah filsafat, kaum sofis sering dipandang secara negatif.[2] Misalnya saja, mengajar untuk mendapatkan uang yang banyak, menghalalkan segala cara untuk memenangkan argumentasi, serta mengajarkan relativisme.[4][1][2] Salah satu faktor yang menyebabkan hal itu adalah adanya pernyataan dari Sokrates, Plato, dan Aristoteles terhadap kaum sofis.[1] Akan tetapi, kini telah ada usaha-usaha untuk menilai kaum sofis secara positif.[1] Berikut adalah beberapa sumbangan kaum sofis terhadap perkembangan filsafat:

1. Kaum sofis menjadikan manusia sebagai pusat pemikiran filsafatnya.[2] Tidak hanya itu, bahkan pemikiran manusia itu sendiri dijadikan tema filsafat mereka.[2] Contohnya adalah pandangan Prodikos tentang dewa-dewi sebagai proyeksi pemikiran manusia, atau pandangan Protagoras tentang proses pemikiran untuk mengenali sesuatu.[2]
2. Kaum sofis merupakan pionir dalam hal pentingnya bahasa di dalam filsafat.[2] Hal itu terlihat dari berkembangnya retorika dan juga pentingnya pemakaian kata yang tepat.[1] Selain itu, kaum sofis juga menciptakan gaya bahasa baru untuk prosa Yunani.[rujukan?] Sejarawan-sejarawan Yunani yang besar seperti Herodotus dan Thukydides, amat dipengaruhi oleh mereka.[1] Kemudian etika kaum sofis juga mempengaruhi dramawan-dramawan tersohor seperti Sophokles dan Euripides.[1]
3. Kritik kaum sofis terhadap pandangan tradisional mengenai moral membuka cakrawala pemikiran baru terhadap etika rasional dan otonom.[2]
4. Kaum sofis memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran Sokrates, Plato, dan Aristoteles.[2][1] Karena itu, secara tidak langsung, kaum sofis memberikan sumbangan besar terhadap filsafat zaman klasik dengan tiga filsuf utama tersebut.[2][1]

Ciri-Ciri Sofisme
1. Humanisme: Manusia sebagai ukuran dalam segala-galanya dalam menilai kebenaran.
2. Tidak ada kebenaran mutlak (absolut) dari manusia.
3. Relativisme (sementara).
4. Skeptis (ragu terhadap segala pendirian).
5. Individualis (kebenaran berada pada perorangan).
6. Ahli retorika (pandai berpidato, bersilat lidah, dan apologetik).
7. Jika sudah memberi pengajaran, biasanya suka meminta bayaran.

Tokoh-Tokohnya
1. Protagoras: seorang individualis.
2. Gorgias: seorang nihilis yang memandang tidak ada kebenaran sejati.
3. Hippias: seseorang yang banyak ilmu dan wawasan, tapi suka melemahkan pandangan orang lain.
4. Prodixos: Moralis dan agamawan tetapi suka mengejek orang yang beragama.

4. Referensi

1. ^ K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 67-70.
2. ^ Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 34-38.
3. ^ (en)Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 839.
4. ^ (en)Robert Audi, ed. 1999. "Sophist". In The Cambridge Dictionary of Philosophy. Cambridge: Cambridge University Press. P. 752.
5. ^ (en)John Gibert. 2003. "The Sophists". In The Blackwell Companion to Ancient Philosophy. Christopher Shields, ed. 27-50. Malden: Blackwell.
Wapedia/Sofis


0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan